- Stop Illegal logging - Stop Perburuan dan Perdagangan Illegal Satwa Dilindungi-

Jumat, 30 Januari 2009

Menggugah Kesadaran Merajut Kemitraan Bersama Masyarakat


Pada Tanggal 29 Januari kemarin diakan pembinaan mitra

Perdagangan Ilegal Gading Gajah


Gading gajah memiliki nilai jual sangat tinggi. Satu pasang gading gajah bisa diperjualbelikan ratusan juta rupiah. Berdasarkan data, lebih dari 200 ekor gajah mati dalam sepuluh tahun terakhir dan lebih dari tiga ton gading gajah diperjualbelikan oleh para pemburu gajah liar. Alhasil, binatang langka ini terancam punah dan kini tersisa tak lebih dari 300 ekor.
Biasanya target para pemburu adalah gajah jantan dewasa yang gadingnya sudah tumbuh sempurna. Dari merekalah rantai perdagangan gading gajah bermula. Gading-gading gajah menyebar ke kota-kota besar lainnya, di Sumatra. Oleh para pedagang lokal gading kemudian dijual ke kota-kota besar di Jawa dan Bali atau diselundupkan ke Malaysia, Singapura, dan Brunei.

Rabu, 28 Januari 2009

Menginisiasi Sebuah Rescue Centre bagi Penyelamatan Harimau Sumatera


Harimau sumatera dikategorikan sebagai sangat terancam kepunahan(critically endangered) oleh IUCN (Cat Specialist Group 2002). Pada tahun 1992, populasi harimau sumatera diperkirakan hanya tersisa 400 ekor di lima taman nasional (Gunung Leuser, Kerinci Seblat, Way Kambas, Berbak dan Bukit Barisan Selatan) dan dua suaka margasatwa (Kerumutan dan Rimbang), sementara sekitar 100 ekor lainnya berada di luar ketujuh kawasan konservasi tersebut (PHPA 1994). Jumlah tersebut diduga terus menurun. Perkiraan terkini baru dilakukan pada tingkat kawasan yang berlaku untuk kawasan itu saja. Jumlah minimal berdasarkan estimasi yang dilakukan oleh berbagai lembaga adalah sekitar 250 individu dewasa, di 8 dari setidaknya 18 kawasan yang disinyalir memiliki harimau sumatera, sedangkan terhadap 10 kawasan lain sisanya belum dilakukan estimasi populasi.


Ancaman terbesar terhadap kelestarian harimau sumatera adalah aktivitas manusia, terutama konversi kawasan hutan untuk tujuan pembangunan seperti perkebunan, pertambangan, perluasan pemukiman, transmigrasi dan pembangunan infrastruktur lainnya. Selain mengakibatkan fragmentasi habitat, berbagai aktivitas tersebut juga sering memicu konflik antara manusia dan harimau, sehingga menyebabkan korban di kedua belah pihak, bahkan sering berakhir dengan tersingkirnya harimau dari habitatnya.

Bentuk lain aktivitas manusia yang secara langsung mengakibatkan tersingkirnya satwa kharismatik ini dari habitat alaminya adalah perburuan serta perdagangan ilegal harimau sumatera dan produk turunannya. Kemiskinan masyarakat di sekitar hutan dan tingginya permintaan komersial dari produk-produk ilegal harimau mulai dari kulit, tulang, taring, serta daging mendorong meningkatnya perburuan satwa tersebut.